Kala Kiai As'ad Berjumpa Imam Ghazali di Banyuwangi
وَلَا
تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ
عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
"Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki." (QS. Ali
Imron:169)
Ayat Al-Quran di atas seakan menjadi penjelas tentang kisah berikut ini.
Dimana, KHR As'ad Syamsul Arifin yang hidup di abad 20 ini, bisa bertemu dengan
Imam Ghazali, sang waliyullah, yang hidup pada abad 11. Meski telah wafat
beratus tahun lamanya, tapi pada hakikatnya Imam Ghazali tetap hidup. Ia hadir
dalam kehidupan ini selagi ia menghendakinya.
Kisah ini
terjadi pada 1986. Kala itu, Kiai As'ad sedang berkunjung ke Pesantren
Darussalam, Blokagung, Banyuwangi yang kala itu diasuh oleh KH. Mukhtar
Syafaat. Sesampainya di sana, Kiai As'ad tak langsung masuk ke dalam ndalem
Kiai Syafaat. Ia terlebih dahulu mampir di masjid dan melaksanakan sholat.
Letak masjid memang tepat berada dihadapan kediaman Kiai Syafaat.
Tentu
saja tingkat Kiai As'ad tersebut terhitung aneh. Akan tetapi, kejadian tersebut
bukan tanpa maksud. Sebagaimana yang diceritakan kepada Kiai Zahrowi Musa, saat
itu ia sedang melihat Imam Ghazali sedang duduk di masjid tersebut.
Imam
Ghazali disana, lanjut Kiai As'ad, usai mengikuti pengajian kitab Ihya
Ulumuddin yang diampu oleh Kiai Syafaat. Sebagaimana diketahui, Ihya Ulumuddin
merupakan salah satu masterpiece Imam Ghazali yang senantiasa dikaji diberbagai
belahan dunia dari masa ke masa. Termasuk di pesantrennya Kiai Syafaat
tersebut.
Kiai
Syafaat memang dikenal sebagai ulama yang istiqamah mengaji Kitab Ihya kepada
para santrinya dan senantiasa berusaha untuk mengamalkannya. Maka, tak heran
jika pengajiannya pun didatangi langsung oleh sang muallif. Mungkin, sang
hujjatul islam itu, langsung membimbing Kiai Syafaat.
Kembali
kepada kisah Kiai As'ad di atas, ia sholat dua rakaat bertujuan untuk tabarukan
kepada Imam Ghazali. "Tempat duduknya masih hangat," demikian
testimoni Kiai As'ad.
Demikianlah,
para ulama salaf. Mengkaji kitab tak sekadar mengkaji teks, tapi juga menyelami
hingga sisi dalamnya. Tak hanya didekati dalam konteks intelektual, tapi juga
spiritual. Tak heran mereka tersambung langsung dengan para pengarangnya
langsung. Biidnillah.
Nb:
Cerita ini dituturkan oleh Kiai Zahrowi Musa di Surabaya kepada KH. Muhyidin
Khatib pada 1989. Kemudian dituturkan ulang oleh Kiai Muhyidin serta ditulis
oleh Gus Gufron. Lalu, dinarasikan ulang oleh tim
Komentar
Posting Komentar